AKSI NYATA LIMBAT (LITERASI MEMBACA DAN TULIS)

Muslimin, S.Th.I., M.Pd.
CGP 4 SD Islam Az-Zahrah Palembang

DESKRIPSI AKSI NYATA
A. Latar Belakang di Balik Program

Aksi nyata ini merujuk kepada demonstrasi kontekstual. Dan program ini saat saya mengikuti lokakarya dan berbagi informasi dengan guru-guru penggerak yang lain, ternyata banyak sekali yang membuat program ini dengan berbagai macam nama dan ciri khas sebagai bentuk kreasi dan kreatifitas untuk mengembangkan literasi. Jangan sampai ketika banyak yang membahas program ini dianggap sudah usang, sehingga demi keanehan porgram mengesampingkan sesuatu yang mendesak dan dibutuhkan. Saat ini dibutuhkan guru, murid, dan seluruh masayarakat untuk melek literasi.

Guru-guru disetiap satuan pendidikan termasuk di SD Islam Az-Zahrah masih belum menjadi kebutuhan dalam berliterasi, malas baca, apalagi menulis, terlihat saat guru-guru diwajibkan menulis banyak diantara mereka melakukan plagiasi. Apalagi murid dengan pengaruh game akut mereka malas sekali membaca, saat disuruh menulis dibuku, mereka merasa “tertekan dan tersiksa” maka dibangkitkan kembali melalui program LIMBAT ini.

Menjadi guru yang aktif menulis merupakan penjelmaan diri sebagai sebuah pilihan untuk menjadi seorang guru yang penuh dengan inspirasi untuk terus belajar dan berkarya. Ketika seorang guru tidak menjadikan dirinya untuk menjadi penulis, maka sebagian dari esensi dirinya sebagai guru menghilang. Guru mulia karena menulis. Tidakkah aktivitas guru berkaitan dengan pembelajaran, pembelajaran terjadi dikarenakan ada aktivitas literasi dan numerasi. Menulis merupakan bagian kecil dari kecakapan literasi.

Kecakapan abad ke-21 yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan harus memiliki kecakapan berpikir kritis dan memecahkan masalah, komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta kolaborasi. Syarat untuk mewujudkan kecakapan hidup abad ke-21 tersebut adalah memiliki kemampuan literasi bagi murid. Literasi merupakan bagian dari kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah. Diantara sekian literasi diantaranya literasi baca tulis. Kalau murid saja dituntut untuk berliterasi baca tulis, maka bagaimana bisa terjadi kalau gurunya tidak memiliki potensi literasi baca tulis.

Rosyidin di dalam sebuah pelatihan yang diliput oleh PWMU.co kelemahan guru dalam menulis di Indonesia karena dipengaruhi oleh budaya. Budaya Indonesia adalah budaya tutur bukan budaya menulis. Bagi orang Indonesia ketika ia menulis pun masih ada nuasa bertutur. Hal ini dapat kita lihat dan baca pada status-status media sosial yang diposting.
Ternyata menurut Rosyidin mengapa masyarakat Indonesia tidak memiliki budaya membaca dan menulis karena disamping budaya tutur yang terbangun, masyarakat Indonesia juga konsumtif bukan inventor atau inovator.

Hal ini bertolak belakang dengan ajaran yang mereka anut. Dari data kependudukan berdasarkan data Global religious futures, jumlah umat muslim Indonesia pada 2020 diperkirakan mencapai 86,39% dari total penduduk. Tentu saja dari data itu dapat dimengerti bahwa secara mayoritas banyak guru yang muslim. Tulisan ini tidak sedang membahas tentang golongan, tetapi data ini dapat dijadikan sebagai acuan mengapa umat muslim terbesar di dunia, tetapi literasi baca tulis belum menjadi kebiasaan yang mendominasi.

Saya pernah mendapatkan informasi bahwa negara Israel itu setiap tahun menghasilkan banyak sekali guru besar, hal ini dapat dijadikan indikator bahwa mereka sudah terbiasa dengan literasi baca tulis karena untuk mencapai pada titik itu tidak hanya baca tulis, tapi melalui penelitian secara kritis. Sementara kita tahu bagaimana betul posisi negara Israel yang sarat dengan konplik.

Meminjam istilah yang digunakan oleh Amin Abdullah, normatif dan historis. Secara normatif wahyu pertama kali itu mengajarkan baca, bahkan kata yang di gunakan pada Q.S. Al-‘Alaq adalah fi’il amr (Iqro’) yang memiliki arti perintah (Bacalah). “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan” Bahkan pada ayat ketiga kata Iqro’ terulang lagi sebagai penguat, bahwa orang yang memiliki aktivitas membaca merupakan bentuk mulianya seorang hamba. Pada ayat keempat secara normatif membangunkan budaya tulis menulis “yang mengajarkan manusia dengan pena”, pena merupakan simbol tulis-menulis.

Dari sisi historisitas ulama-ulama terdahulu memiliki budaya literasi yang sangat luar biasa, bahkan sampai hari ini kita dapat menyaksikan literatur-literatur klasik yang digoreskan secara manual dan berjilid-jilid seperti kitab tafsir Ibn Kasir, tafsir Ath-thabari, Tafsir Al-washit dan seterusnya ini merupakan contoh karya-karya yang dituliskan oleh para ulama Muslim terdahulu.

Dari sisi membaca, Imam Nawawi pernah mengkhatamkan Al-qur’an delapan kali dalam waktu sehari semalam. Ada yang khatam setiap hari diantaranya Usman bin Affan, Tamim Addarimi, Mujahid, Imam syafi’i. Bahkan diantara mereka tidak hanya mampu membaca, tapi mampu menghapal.

Sungguh luar biasa khazanah literasi dalam islam baik secara normatif maupun secara historis. Maka dapat disimpulkan seharusnya orang Indonesia memiliki budaya literasi yang kental, karena secara normatif dan historis sangat mendukung untuk memiliki potensi literasi baca-tulis.
Budaya literasi baca-tulis menggunakan istilah Amin Abdullah, seperti dua sisi mata uang. Uang itu akan memiliki nilai, karena kedua sisinya saling melengkapi. Guru dan menulis juga bagaikan dua sisi mata uang. Guru yang tidak menulis berarti hilang nilainya karena ada satu sisi dari dirinya yang menghilang.

Budaya literasi merupakan salah satu misi SD Islam Az-Zahrah yang perlu diperkuat dan dikembangkan, sehingga tidak hanya terpampang saja di setiap sudut sekolah, tetapi mampu membawa energi positif sehingga menjadi ekosistem sekolah yang positif.

B. Proses Jalannya Aksi

Perjalanan aksi nyata ini cukup panjang waktunya, mulai dari mengadakan sayembara menulis kisah inspiratif bagi guru yang telah “menelorkan” dua karya diantaranya; “Jangan Berhenti Take Action, Miracle Happen! dan “Amanah Terindah Menjadi Guru Sepanjang Waktu” kemudian mengadakan lomba lomba menyambung kata bagi murid kelas 1 dan 2, menulis kisah pribadi berkiatan dengan pembelajaran yang dialami bagi murid kelas 3 dan 4, dan membuat mading bagi murid kelas 4 dan lima. Kemudian karena adanya vandemi covid-19 yang telah menginspirasikan belajar menembus ruang dan waktu. Anak diarahan literasi membaca, menulis, dan berbicara dengan perpaduan literasi digital. Seperti membaca puisi, menulis pengelaman pembelajaran generasi milenial, dan berpidato. Ada beberapa dokumen foto dan video yang dapat di akses melalui media sosial Face book pribadi, IG sekolah serta youtube sekolah sebagai berikut;

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0rcsvokdcJx2wRPrFgmeWYyWd4k3QggvuMwwpkQ7CQye8RrS96ywxbH44n2zjvntMl&id=1829164970
https://bit.ly/GebyarLiterasiSDIslamAzzahrahPalembang2022
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0uLgsq5W9UwwkPR9HSEoxB16pem48e52G5Jmpu2crTSCcGnUv2sHpoCmHf4WrBfpsl&id=1829164970

Kemudian sejak saya mengikuti Calon Guru Penggerak (CGP) program ini semakin saya perkuat bersama dengan kepala sekolah dan guru-guru kelas 1, sebagai solusi supaya pada saat istirahat para murid masih memiliki taman rekreasi dan literasi di ruang kelasnya maing-masing, sehingga kejenuhan selama pembelajaran blanded learning atau Pembelajaran tatap muka terbatas benar-benar tidak membuat imun mereka menurun sehingga mudah diserang oleh vandemi covid-19.

Sampai hari ini sejak aksi nyata 3.3. atas intruksi kepala sekolah, karena program ini ada pada misi sekolah dan program ini juga berpihak kepada murid, tetapi belum dimaksimalkan. Maka setiap kelas memiliki pojok baca masing-masing. Sudah ada 35 kelas semuanya memiliki pojok baja. Dalam program saya disebut degan LIMBAT.

Progrmam LIMBAT ini akan terus dikembangkan sesuai dengan perjalanan yang mengitarinya kelak. Program LIMBAT merupakan salah satu program aksi nyata selain dari 6 S dan Pembelajaran bermakna dan Asyik yang dimasukkan dalam latar belakang dokumen 1 Kurikulum Merdeka.

C. Dampak Yang Didapatkan Setelah Program Dijalankan

Dampak program aksi LIMBAT ini sudah mulai menjadi budaya positif sekolah, namun akan terus dikembangkan seperti pengurus LIMBAT setiap kelas dan sekolah dari para murid-murid, sehingga akan menjadi student agency dan nanti setelah pengenalan lingkungan sekolah pada tanggal 18 Juli 2022 nanti akan melibatkan orang tua untuk mengembangkan sarana prasarana pojok bacanya sehingga minat baca bagi murid betul-betul menjadi budaya.

Dampak yang tidak terduga, ternyata dengan melakukan tukar buku antar kelas setiap pekannya memberikan banyak koleksi bacaan bagi pojok baca, jika setiap kelas memiliki lima judul buku saja, maka akan terhimpun 175 buku yang bisa para murid baca, belum ditambah buku dari perpustakaan, buku dipojok-pojok baca koridor, di gazebo, dan diruang tunggu.

Sungguh program LIMBAT memberikan dampak dan warna dalam literasi. Setiap sudut ada buku dan ini akan menjadi stimulus bagi yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya literasi. Segera terkikis dari pemikiran orang tua, guru, dan murid, bahwa buku satu-satunya adalah buku pelajaran. Dan tidak penting memiliki buku selain buku pelajaran, pembelajaran di kelaspun buku pelajaran akan menjadi “jimat” yang membuat orang “sakti” soal-soal formatif hanya dikeluarkan dari soal-saol yang sudah di buku “babon” sehingga hilang profil pelajar pancasila seperti kritis, wawasan yang berkebinekaan, kreatif dan seterusnya.

Dampak yang terasa lainnya adalah gotong royong dan kolaborasi. Antar pengurus dan warga kelas bergotong royong menjaga aset pojok bacanya, merawat, menjaga kebersihan dan kenyamanan bagi semua. Kolaborasi dalam menyediakan buku antar kelas, bahkan murid-murid bilang “Pak Muslimin, “buku saya sudah dikasih ke om ronsokan” inikah kalimat yang menunjukkan lemahnya kolaborasi antar murid.

REFLEKSI
Fact
Latar belakang situasi yang dihadapi adalah saat akan membuat program dan kegiatan-kegiatan literasi bersama para rekan guru dan pustakawan, serta tim literasi yang dibentuk oleh sekolah. Banyak sekali dinamika, tetapi justru dinamamika itu justru memperkasa ide-ide baik yang dapat menjadi pilihan.

Yang dilakukan pada aksi nyata

  1. Memaksimalkan pojok baca di rombel kelas 1
    https://youtu.be/rBLKb04JTZE
  2. Membuat pojok baca disetiap koridor dan gazebo yang bersinergi dengan perpus sekolah
  3. Membuat pojok baca di setiap level kelas 2, 3, 4, 5, dan 6
    https://youtu.be/r9j5jvcsZR4
  4. Mengadakan kegiatan wajib menulis bagi guru dan dianjurkan bagi pegawai dan penghargaan bagi murid dalm mengembagkan literasi diluar sekolah
  5. Mengadakan kegiatan lomba literasi bagi murid
    https://www.instagram.com/reel/CZwqK2wBCmX/?igshid=MDJmNzVkMjY=
    https://www.instagram.com/reel/CZy-XjIDfgj/?igshid=MDJmNzVkMjY=
    https://www.instagram.com/reel/CbMV6-gNPDi/?utm_medium=share_sheet
  6. Mengadakan penghargaan 8 teladan
  7. Pembentukan tim literasi dari unsur guru dan pustakawan, pembentukan tim literasi murid perkelas dan sekolah.

Alasan melakukan aksi tersebut

  1. Sebagai pilot projek gerakan literasi di SD Islam Az-Zahrah, maka perlu penyempurnaan sebagai rujukan bagi kelas 2-6.
  2. Gerakan literasi melalui program LIMBAT dapat memberikan stimulus bagi setiap warga sekolah untuk muda menjangkau buku-buku yang dapat mereka baca, karena buku sudah “dihidangkan” maka ia tinggal menikmati sesuai selera.
  3. Untuk membudayakan literasi perlu setiap level kelas memiliki pojok baca, sehingga imange belajar adalah membaca buku pelajaran saja mulai terkikis hilang. Sampai mereka memiliki kesadaran bahwa “buku adalah jendela dunia”
  4. Kegiatan ini dilakukan supaya dapat memberikan energi bagi lingkungan sekolah bahwa membaca dan menulis merupakan hal utama bagi nutrisi untuk menghidupkan budaya baik disekolah melalui aktifitas utamanya membaca, berbicara, dan menulis.
  5. Kegiatan ini juga dilakukan untuk menunjukkan bahwasanya setiap dari warga sekolah harus mengamalkan ajaran agamanya sebagai bentuk pengamalan profil pelajar pancasila. Tentu saja untuk terus membangkitkan minat baca tulis dan berbicara bagi murid.
  6. Penghargaan merupakan bentuk dorongan dan apresiasi bagi para guru dan murid. Sehingga yang patut dijadikan teladan. Disamping itu menanamkan kepada guru dan murid, bahwa dalam penghargaan ini bukan mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan menamkan konsep bahwa untuk menjadi pemenang tidak harus mengalahkan, tetapi bagaimana menjadi menang bersama.
  7. Pembentukan tim literasi untuk mempermudah dalam pengelolaan pojok bacadan dokumentasi, serta memfasilitasi voice, choice, dan ownership bagi murid.

Hasil aksi nyata yang telah dilakukan memang belum sempurna dan maksimal, tetapi formulasinya segera dapat dipahami dari aksi nyata yang telah dilakukan.

Feeling
Perasaan ketika melaksanakan aksi nyata selalu saja ada dinamika sebagai bentuk penggalaman dan pengujian lebih mendalam, supaya lebih matang dan tangguh dalam melaksanakan kegiatan.

Setelah melakukan kegiatan ini masih belum puas dengan apa yang telah diupayakan, akan terus belajar dan berbagi dari pengelaman-pengalaman yang telah dilalui dan pengelaman-pengelaman guru-guru hebat dari sekolah lain untuk saling menguatkan dalam berkolaborasi.

Finding
Pelajaran yang didapatkan banyak hal untuk menumbuh kembangkan minat baca dan menguatkan minat menulis dan berbicara yang terarah dan efektif. Serta pelajaran untuk terus berkomunikasi dan berkolaborasi untuk saling menguatkan.

Future
Rancana perbaikan untuk memberikan wewenang lebih kepada orang tua sehingga mereka dapat memperankan dirinya untuk memperkuat minat baca, tulis, dan bicara murid dalam formulasi yang efektif dan efesien.

Meningkatkan kerja sama dengan komunitas-komunitas literasi, kampung dongeng, balai bahasa, penerbit-penerbit, sehingga literasi ini betul-betul dapat dijadikan pengelaman yang luar biasa bagi murid, sehingga profesinya kelak menjadi apapun, literasi terus menjadi bagian dari setiap tarikan napas bagi murid kelak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *