Muslimin, S.Th.I., M.Pd.I. CGP 4 SD Islam Az-Zahrah Palembang
PENDAHULUAN
Keputusan yang tepat atau tidak tepat akan selalu sulit untuk dilupakan, keputusan yang tepat akan selalu dikenang, keputusan tidak tepat akan selalu terasa melukakan dan memalukan. Sekarang bagaimana guru sebagai pemimpin pembelajaran mampu mengambil keputusan yang selalu dikenang?
Tulisan berikut akan memandu para pembaca untuk dapat mengambil keputusan yang jitu. Mari dibaca kata demi kata dengan cermat dan penghayatan.
PEMIMPIN PEMBELAJARAN: AMBIL KEPUTUSAN TAK TERLUPAKAN
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang efektif berdasarkan prinsip-prinsip etika yang berdasarkan kepada nilai-nilai kebajikan secara universal. Dan kita perlu ingat bahwa guru itu di guguh dan ditiru, termasuklah dalam mengambil keputusan yang tepat akan sangat berpengaruh pada perannya.
Jika pengambilan keputusan dikaitkan dengan filosofi pratap trilogi Ki Hadjar Dewantara (KHD) “Ing ngarsa sang tulodo”, sebagai pemimpin pembelajaran guru harus mamapu menunjukkan jati diri sebagai pengambil keputusan yang cepat, tepat, cerdas karena akan diteladani oleh murid-murid kita, karena ketika berada di depan, maka tidak ada pandangan kecuali menuju kepada dirinya sebagai pemimpin pembelajaran. Perlu diingat seorang pemimpin pembelajaran seperti sebuah kayu yang di tancapkan di tengah-tengah sungai. Semua yang melewatinya akan bersentuhan, baik itu sampah, kotoran maupun sekedar air yang mengalir.
Filosofi KHD yang kedua “Ing madyo mangun karso” pemimpin pembelarjaran ketika bersama dengan murid-murid harus mamppu membangun kreatifitas, inisiatif, dan motivasi. Maka dalam pengambilan keputusan harus mampu membangkitkan dan membuat mereka bahagia bersama-sama dalam kebermaknaan. Jangan sampai keputusan yang diambil justru membuat mereka kecewa dan hilang semangat dan motivasi.
Terakhir filosofi KHD “Tut wuri handayani” sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus mampu mengambil keputusan yang memberdayakan dan memberi dukungan. Seorang murid saat kita lejitkan potensinya, terkadang sering membuat kita tercengang karena melebihi ekpektasi yang kita harapkan. Hari ini kita merasakan bahwa murid-murid kita sudah terampas kemerdekaannya dalam menyampaikan pendapat dan inspirasi. Sehingga daya kreatifitas dan kemandiriannya sangat rendah, bahkan nyaris hilang ditelan oleh “keangkuhan” guru-gurunya karena tidak tepat dalam mengambil keputusan.
Filosofi pratap trilogi KHD ini kembali menyadarkan bahwa, saat berada di sebuah “institusi moral/sekolah” yang dirancang utuk membentuk karakter para warganya. Seorang pemimpin di sekolah tersebut akan mengahadapi situasi dimana mengambil keputusan yang banyak mengandung dilema secara etika dan konflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, maka kita sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memenangkan semuanya dari setiap keputusan yang diambil yang berdasarkan kebenaran universal, bila perlu ada solusi yang jitu. Ingat bahwa keputusan yang kita ambil akan menjadi refleksi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh warga sekolah. Tentu saja menjadi rujukan atau teladan bagi semua warga sekolah.
Kesemuanya akan berjalan senada dan seirama dengan nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita. Prinsip-prinsip yang kita ambil akan sangat berpengaruh bagi warga sekolah. Sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan yang bijaksana, tentu saja pantas dan patut untuk dijadikan “cermin” dalam kehidupan dan berkehidupan.
Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran kita dapat melakukan coaching karena dengan kegiatan caoching kita dapat mengambil keputusan yang tepat, sebab sesuai dengan “sumber air” yang akan kita alirkan secara keseluruhan dari setiap penjuru “sumur (dibaca: sekolah).
Coaching merupakan bagian dari peran guru penggerak, setelah mengetahui peran guru penggerak, semakin membuat sadar, ternyata menjadi guru jangan sekedar melakoni. Lakon yang harus kita tanamkan didalam diri kita sesuai yang dikatakan KHD “Ing ngarso santulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani” bahkan ini dapat kita terapkan diberbagai kehidupan kita.
Menjadi guru penggerak itu harus mampu berperan sebagai pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas, menjadi coaching bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid.
Menjadi coaching bagi guru merupakan perjalanan yang telah menghantarkannya berada di tengah-tengah perjalanan untuk menuju Guru Penggerak yang sejati. Coaching merupakan salah satu dari lima peran guru penggerak. Coaching sesuai dengan tujuan pendidikan menurtu Ki Hadjar Dewantara ada pada tut wuri handayani. Tutwuri artinya mengikuti, yaitu mengikuti perkembangan murid sesuai dengan kefitrahan atau potensi yang dimiliki oleh setiap murid yang dilandasi oleh cinta kasih untuk mencapai kebahagian dan kebermaknaan.
Sementara handayani dimaknai menguatkan lahir batin anak dengan cara meransang, memupuk, membimbing dengan keteladanan, motivasi dan dorongan sehingga murid dapat menemukan jati dirinya sendiri. Tut wuri handayani juga bermakna mengembangkan potensi daya cifta, daya rasa, dan daya karsa.
Dalam melaksanakan sistem among, guru harus berpegang teguh pada kemampuan dasar murid, sadar bahwa setiap murid memiliki potensi sesuai kodratnya masing-masing, mampu memberikan dorogang kepada murid mengungkapkan perasaan, pikiran, dan geraknya, pembinaan berdasarkan ke”akuan” murid tidak ada interpensi atau paksaan dari guru, dan guru sebagai pamong memfasilitasi kemerdekaan kepada murid untuk mengeksplor potensinya sehingga dapat menemukan “mata air” yang dapat mengaliri kehidupan dan keberhidupan bagi masa depannya.
Coaching yang telah dimaknai oleh para ahli, bahwa dapat dipahami coaching merupakan suatu proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorietasi pada hasil dan sistematis, sehingga mampu memaksimalkan, coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.
Konektifitas coaching dengan pembelajaran sosial dan emosional (PSE) merupakan bentuk kolaborasi yang reflektif dengan komunikasi yang efektif dapat menghantarkan pembelajaran bagi murid secara paripurna. Proses kolaborasi antara coach (Pelaksana kegiatan coaching) dengan pendekatan yang sistematis untuk melakukan action demi tercapainya perubahan bagi Coachee (penerima kegiatan dan penerima manfaat kegiatan coaching) melalui proses penggalian potensi, bertanya dengan reflektif dan mendalam.
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional tentu saja berpengaruh dalam mengambil keputusan. Pembelajaran Sosial dan Emosiaonal (PSE) sangat dapat dikorelasikan dengan pembelajran berdiferensiasi. PSE merupakan pembelajaran yang lebih menekankan dalam pengelolaan komunikasi yang efektif, dengan cara mengelola emosi, mengelola diri, sampai pada kesadaran dan intraksi sosial yang setiap dari keputusan yang lakukan harus dipertanggungjawabkan. Ketika komunikasi berjalan dengan baik, maka kebutuhan belajar siswa dapat berjalan dan terlaksana dengan baik, tidak ada yang “menyakiti” dan yang “tersakiti” semuanya merdeka dalam pembelajaran.
Kesemuanya ini akan berjalan dengan baik dan maksimal jika fokus pada moral atau etika yang dianut oleh pendidik. Etika yang dianut harus berlandaskan kepada nilai-nilai universal. Dalam mengambil keputusan harus merujuk kepada Sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan seorang guru pasti akan terus berintraksi dengan dilema etika dan bujukan moral. Kedua hal ini sangat penting bagi seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan, karena keseharian kita selalu berdialektika dengan sesuatu yang seolah-olah bertentangan, seolah-olah benar, seolah-olah ada rasa kasihan, loyalitas, kebersamaan dan seterusnya.
Dalam hal ini yang harus kita perhatikan adalah apakah kasus tersebut termasuk dilema etika (benar versus benar) atau bujukan moral (benar versus salah). Dan Untuk mengetahuinya kita dapat melakukan langkah awal untuk identifikasi masalah agar bisa diketahui bahwa kasus yang dihadapai adalah benar dilema etika atau bujukan moral.
Apabila masuk dalam kategori kasus dilema etika maka ada bebarapa hal yang perlu kita lakukan untuk mengambil sebuah keputusan, kita harus memperhatikan 4 paradigma; Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)bahkan ada paradigma baru yaitu paradigma sistem lawan integritas (system vs integrity). 3 Prinsip; Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) Dan 9 langkah-langkah dalam pengambilan keputusan:
- Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
- Menentukan siapa yang terlibat
- Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi
- Pengujian benar atau salah
- Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
- Melakukan Prinsip Resolusi
- Investigasi Opsi Trilema
- Buat Keputusan
- Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Kasus yang kita hadapi di sekolah selalu berkaitan dengan dilema etika dan bujukan moral. Sulit bagi kita untuk melakukan sesuatu yang yang sesuai dengan nilai-nilai universal, apalagi jika hal tersebut berkaitan dengan sistem dan integritas.
Pergerakan yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayan dan Ristek melalui program merdeka disetiap episode yang diluncurkan akan memberikan ruangan perubahan kearah yang lebih baik. Sebab pergerakan masif dengan kekuatan kolaborasi akan memberikan dampak positif.
Saat pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan dampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Untuk menuju pengambilan keputusan yang jitu ini tidak serta merta “ces plong” pasti banyak sekali kesulitan-kesulitan. Bahkan keputusan yang kita buat akan dihimpit oleh orang-orang yang berkuasa, namun kita harus tetap memiliki perinsip “hidup mulia atau mati syahid”. Selagi perinsip-perinsip diatas kita lalui dengan baik, pasti akan berdampak baik-baik saja.
Fokus kita dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran harus berpihak kepada murid. Pikirkan masa depan mereka, kebahagian mereka, dan kebermaknaan mereka dalam mengarungi kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian modul ini yang menjelma dalam tulisan ini telah memberikan penguatan guru sebagai pemimpin pembelajaran yang bernilai super. Biarkan hati kecilmu mengambil sebuah keputusan, tapi jangan lupa logika juga ikut disertakan. Ikuti hatimu, tapi bawa juga logikamu.”
KESIMPULAN
Dalam kehidupan memang tidak akan pernah luput dari masalah karena hiudp adalah masalah. Namun yang terpenting bagaimana sebagai pemimpin pembelajaran mampu menampilkan diri yang mampu menguraikan problematika-problematika yang dihadapi dengan nilai-nilai universal. Sebagai penutup tulisan ini Anthony Robbin memotivasi kita sebagai pemimpin pembelajaran yang dapat memutuskan sesuatu dengan keputusan yang bijaksana. “Menggunakan kekuatan keputusan memberimu kemampuan untuk melewati alasan apa pun untuk mengubah setiap bagian hidupmu dalam sekejap.”