Sang Penggerak

Oleh

Chandra Arisandy

(Wakil Sekretaris IGI PD Lahat)


Berdering suara dering gawai di saat sedang mengajar. Bergegas saya angkat, ternyata Pak Kasi Tentis yang menelpon.

“Chan kele ke dinas Senampur.”

“Oh yo, Pak. Bel tanda berbunyi menandakan jam pelajaran habis dan siswa siap – siap untuk pulang kembali ke rumah. Setelah siswa pulang, saya bergegas menuju ke Dinas Pendidikan kabupaten lahat. Di sana KAsi Tentis sudah menunggu.

“Oh yo Chan, ini ada program pendidikan guru penggerak, ikutlah!”

Awalnya rasa ragu tidak ingin mengikutinya. Di hari terakhir kembali gawai itu berbunyi.

Makmano Chan jadi daftar?” Kata itu terdengar kembali.

Akhirnya dengan bismilllah saya ambil keputusan untuk mengikiti seleksi calon guru penggerak.

Dengan support istri tercinta, akhirnya saya memberanikan mendaftar melalui sim pkb. Awalnya melihat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Untunglah seluruh syarat sebagian sudah ada saat mengikuti pelatihan sejenis yang memerlukan syarat seperti calon guru penggerak.

Syarat adminstrasi sudah biasa dilewati walaupun banyak pertanyaan yang berbentuk esai yang hampir rata-rata memerlukan jawaban dengan 2000 kata. Sekarang tinggal mengikuti tes skolastik.

Hari berikutnya TSB saya jalani yang jadwalnya pada waktu itu maju mundur, membuat hati kesal walaupun pada akhirnya TSB tersebut bisa dilewati dengan drama yang putus-putus di tengah perjalanan tes TBS tersebut.

Dengan sepenuh hati istri mendampingi sampai selesai tes.

“Mi, sepertinya abi ragu dites TSB ini karena belum terekam oleh tim perekrutan CGP angkatan 2 kabupaten Lahat.”

“Aahhhhh. Kalau memang ini rezeki untuk abi ikuti, insyaallah semua apa yang tadi dijawab akan terekam oleh panitia. Kekuatan itulah yang menjadi penyemangat di kala hati ini merasakan ragu.

Saking ragunya, saya coba menelepon teman sekaligus Kakak, yakni Kak Indra.

“Kak makmano tes tadi?” tanyaku.

Aey Chan putus-putus. Mano belum selesai.”

“Ohh ternyata sama. Tapi aku sudah selesai semua menjawabnya, Kak.”

Aey enak kau Chan, aku hanya takut tidak terekam hasil TSB itu kak. Semoga saja ada pengulangan Chan yo.”

“Semoga, Kak,” ucapku.

Ehhh benar. Dua hari berikutnya ada email masuk pukul 16.00 untuk mengulangi TSB tersebut, sayangnya waktu untuk mengulangi sudah selesai. Kembali saya merasa kecewa.

Pihak perekrutan apa nggak siap ya atau akunya saja yang kurang info. Gumamku dalam hati.

Kembali kuceritakan dengan sang penjaga hati ini.

“Sudah, Bi sabar aja. mungkin jalannya sudah diatur,” kata istri.

Hemmmmmmmm!

Saya menarik napas panjang dan menahannya beberapa detik untuk menenangkan serta menentramkan jiwa serta pikiran.


Waktu terus berjalan. Tidak terasa, hasil TSB sudah diumumkan.

Brrrrrrr!

hati ini waswas lulus nggak ya coz melihat dari latar belakang yang penuh drama, saya membuka hasil tes di grup WA yang sudah terbentuk pada waktu awal yang isinya anak-anak muda yang peduli dengan pendidikan.

Saya coba memberanikan untuk membuka hasil. Dengan ucapan yang penuh syukur untuk melihat hasil tes TSB tersebut, ada nama saya di sana.

Dengan senang saya menceritakan hal tersebut dengan penjaga hati. Tapi kegembiraan ini harus dilanjutkan untuk mengikuti peerteaching dan wawancara di tahap selanjutnya. Di peeerteaching ini juga saya dites oleh tim perekrutan calon guru penggerak.

Tim tersebut mengingatkan pada waktu PLPG. Hanya saja kondisinya saat ini, saya dilakukan secara online tanpa ada siswa. Hal ini sempat membuat tidak yakin dan tertawa melihat kondisi dan keadaan.

Di sesi wawancara banyak pertanyaan yang diajukan oleh panitia pelaksana, hanya satu yang masih terngiang di telinga dan pikiran.

Bagaimana anda harus keluar dari zona nyaman?

Terdiam sebentar untuk menjawabnya. Hanya bisa berkata, saya harus berani mengambil keputusan untuk mencari pembaharuan walaupun itu ada resiko yang harus diterima.

Waktu pengumuman final pun tiba. Setelah saya buka ternyata hanya lima belas orang yang lulus. Sempat terbesit pertanyan-pertanyaan yang membuat rasa penasaran. Mengapa kuota untuk CGP angkatan 2 lahat dari 35 orang hanya lulus 15 orang?

Rasa gembira bercampur sedih karena mendapatkan kesempatan untuk bertransformasi menjadi agen perubahan pendidikan di Indonesia khususnya kabupaten Lahat, sedihnya sih harus mengerucutkan anggota dari beberapa banyak orang tinggal 15 orang di grup WA yang terbentuk secara tidak disengaja. Namun meski begitu, silaturahmi tetap bisa terjaga dengan baik. Doakan kami sahabat semoga kami berlima belas dapat menjalankan pendidikan ini dan membawa hasil yang nantinya mampu membawa perubahan terhadap dunia pendidikan di kabupaten Lahat.


Masih ingat di tanggal 26 februari 2021 pengumuman hasil CGP angkatan 2 kabupaten Lahat. Lokakarya -0 mulai kami jalani tepatnya di tanggal 10 april 2021.

Saat pertemuan di lokakarya, saya memberikan pertanyaan ke pihak P4TK matematika, mengapa kuota untuk lahat 35 orang yang lulus hanya 15 orang? Mereka memberikan penjelasan secara detil.

Melalui lokakarya titik nol ini mulailah pergerakan kami calon guru penggerak untuk menerima elaborasi materi yang disediakan melalui LMS. Saya, Chandra Arisandy, Anita Ekawati, Liskawati, dan Wiwin Wendriani menjadi satu kelompok 35 A 1 di bawah bimbingan pengajar praktik Ibu Rani Nawang Sari yang berasal dari baturaja dan fasilitator bapak kandung, Supriyono.


Tak terasa kami mulai memahami pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang bagaimana menciptakan pelajar berprofil pancasila.

Di modul yang sangat menantang bagi saya adalah bagaimana menciptakan visi dan peran guru penggerak dalam jangka pendek, melalui pembelajaran di modul yang pernah kami pelajari, aku menerapkan beberapa pembelajaran untuk mencapai tujuan dari aksi nyata jangka pendek.

Di masa pembelajaran saat merebahnya covid 19 ini, menjadi tantangan untuk menerapkan pembelajaran blended learning berbasis teknologi. Bisakah saya akan menjalankan aksi ini?

Dilatarbelakangi keberanian untuk menciptakan aksi ini kuterapkan BAGJA. Di sini saya harus membuat beberapa pertanyaan untuk latar belakang kegiatan. Ambil pembelajaran yang memang yang melatari situasi keadaan yang harus tetap bergerak untuk mengadakan pembelajaran yang menjadi kewajiban bagi guru untuk mentransformasikan ilmu ke siswa yang harapannya nanti siswa-siswa yang berada khusus di SD N 11 Lahat berprofil pelajar pancasila.

Gali mimpi. Saya ingin melihat guru dan siswa mampu menguasai teknologi yang cukup mumpuni untuk kegiatan belajar mengajar. Jabarkan mimpi, yaitu ketika mimpi seorang guru mampu menerapkan pembelajaran secara luring atau pun daring dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi.

Alangkah maju dan indahnya jika semua guru mampu menguasai teknologi dalam pembelajaran. Dengan berkoordinasi bersama orangtua yang notabene berlatarkan pekerjaan yang rata-rata serabutan, membuat tantangan bagiku untuk menjelaskan bagaimana cara belajar anak-anak melalui ruang online, memberi pengertian kepada pihak sekolah dan wali murid khususnya.

Melalui asset yang kami punya di sekolah, saya mencoba berkoordinasi dengan kepala sekolah untuk paket pembelajaran bagi guru yang mengadakan pembelajaran online.

Heemmmmmm! Sampai diatur eksekusi. Di sini saya berharap dapat melaksanakan kegiatan visi jangka pendek sekolah yang diciptakan bersama keluarga sekolah. Tidak sampai di sini. Berkoordinasi dan membuat jadwal bersama untuk menerapkan aksi jangka pendek adalah langkah selanjutnya.

Tidak sampai di sini saja. Untuk melaksanakan program yang berdampak pada murid ini, saya berjuang untuk menularkan apa yang bisa diberikan kepada teman sejawat, seperti melakukan coaching.

Secara tidak disadari, ternyata para guru masih banyak belum bisa menggunakan ruang kolaborasi dengan siswa dalam jalur pembelajaran online (Daring). Dengan mengadakan IHT melalui praktisi kelompok sekolah saya imbaskan ilmu yang dapat digunakan untuk sesama teman sejawat di sekolah.

Tahap demi tahap blended learning di sekolah kami berjalan dengan cukup memuaskan. Hari demi hari beberapa guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan metode blended kombinasi. Hasil penguatan dan pembelajaran yang saya imbaskan semakin terasa dampaknya.

Ternyata dengan berkolaborasi bersama teman sejawat dapat menciptakan pelajar yang berprofil pancasila.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *